Krisis air bersih di Indonesia diperkirakan akan semakin parah seiring masifnya
ketidakseimbangan kebutuhan dengan ketersediaan air bersih. Bahkan saat ini hanya 20% air bersih yang layak minum dan baru
15% masyarakat yang mengakses air
dari pengelolaan air. Sisanya memenuhi kebutuhan air sendiri (Suara Pembaruan, 2011).
Sebagian besar masyarakat menggunakan sumur gali untuk memenuhi kebutuhan
mereka akan air bersih. Berdasarkan observasi
di masyarakat, diketahui kualitas fisik air sumur
gali banyak yang berwarna kuning kecoklatan
dan jika digunakan untuk mencuci pakaian
akan meninggalkan noda, hal ini disebabkan
kandungan besi (Fe) dan mangan (Mn) yang
tinggi
Besi atau mangan masuk ke dalam air
oleh karena reaksi biologis pada kondisi reduksi atau anaerobik (tanpa oksigen). Jika air yang
mengandung besi atau mangan dibiarkan terkena udara atau oksigen maka reaksi oksidasi besi
atau mangan akan timbul dengan lambat dan
membentuk endapan atau gumpalan koloid
dari oksida besi atau oksida mangan yang tidak
diharapkan. Endapan koloid ini akan menempel atau tertinggal dalam sistem perpipaan,
menyebabkan noda pada cucian pakaian, serta
dapat menyebabkan masalah pada sistem pipa
distribusi disebabkan karena dapat menyokong
tumbuhnya mikroorganisme seperti crenothrix
dan clonothrix yang dapat menyumbat perpipaan serta dapat menimbulkan warna dan bau
yang tidak enak.
Standar kualitas
air minum di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 492 Tahun 2010
menetapkan kadar zat besi di dalam air minum
yang diperbolehkan maksimum 0,3 mg/l dan
kadar mangan maksimum yang diperbolehkan
0,4 mg/l.
Materi Pertemuan 5 TTG : Teknologi Penurunan Kadar Fe dan Mn
Materi Pertemuan 5 TTG : Teknologi Penurunan Kadar Fe dan Mn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar