Senin, 20 Oktober 2014

Pertemuan 5 TTG : Teknologi Penurunan Kadar Fe dan Mn

Krisis air bersih di Indonesia diperkirakan akan semakin parah seiring masifnya ketidakseimbangan kebutuhan dengan ketersediaan air bersih. Bahkan saat ini hanya 20% air bersih yang layak minum dan baru 15% masyarakat yang mengakses air dari pengelolaan air. Sisanya memenuhi kebutuhan air sendiri (Suara Pembaruan, 2011). 

Sebagian besar masyarakat menggunakan sumur gali untuk memenuhi kebutuhan mereka akan air bersih. Berdasarkan observasi di masyarakat, diketahui kualitas fisik air sumur gali banyak yang berwarna kuning kecoklatan dan jika digunakan untuk mencuci pakaian akan meninggalkan noda, hal ini disebabkan kandungan besi (Fe) dan mangan (Mn) yang tinggi  

Besi atau mangan masuk ke dalam air oleh karena reaksi biologis pada kondisi reduksi atau anaerobik (tanpa oksigen). Jika air yang mengandung besi atau mangan dibiarkan terkena udara atau oksigen maka reaksi oksidasi besi atau mangan akan timbul dengan lambat dan membentuk endapan atau gumpalan koloid dari oksida besi atau oksida mangan yang tidak diharapkan. Endapan koloid ini akan menempel atau tertinggal dalam sistem perpipaan, menyebabkan noda pada cucian pakaian, serta dapat menyebabkan masalah pada sistem pipa distribusi disebabkan karena dapat menyokong tumbuhnya mikroorganisme seperti crenothrix dan clonothrix yang dapat menyumbat perpipaan serta dapat menimbulkan warna dan bau yang tidak enak. 

Standar kualitas air minum di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 492 Tahun 2010 menetapkan kadar zat besi di dalam air minum yang diperbolehkan maksimum 0,3 mg/l dan kadar mangan maksimum yang diperbolehkan 0,4 mg/l.

Materi Pertemuan 5 TTG : Teknologi Penurunan Kadar Fe dan Mn


Bookmark and Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengaruh Bahan Kimia Pada Manusia

Antara satu zat kimia dengan zat kimia lain dapat menimbulkan interaksi atau saling berpengaruh satu sama lainnya. Efek yang terjadi dapa...