Festival Gerobak Sapi ditawarkan oleh suamiku (Imam) untuk
menyegarkan minggu pagi Juni 2013 ini. Penasaran, seperti apa bentuk gerobak sapi?
Penasaran dengan sapi-sapi pengangkut, kurus atau gemuk-gemuk? Festival ini
tentang apa tho? Rasa itu muncul, karena aku belum pernah sekalipun melihat
gerobak sapi di daerah asalku, Pemalang. Aku hanya pernah melihat sapi untuk
membantu di sawah. Pada brosur tertulis dimulai jam tujuh pagi festival dimulai.
Kira-kira jam delapan kita sampai di lapangan stadion Maguwoharjo, Sleman,
tempat pelaksaan festival. Woooowww…banyak sekali gerobak-gerobak sapi di sana,
berbagai warna, meski banyak keseragaman warna. Berbagai macam warna sapi, berbagai
usia sapi, dan penarik gerobak sapi (akhirnya aku tahu disebut “bajingan” dalam
Bahasan Jawa) dengan berbagai rentang usia tua sampai muda (10 tahun)
|
Ramai pengunjung Festival Gerobak Sapi 2013 |
|
Sapi-sapi penarik gerobak |
|
Simbah kakung turut berpartisipasi dalam festival |
|
Salah satu 'bajingan' cilik penerus budaya gerobak sapi |
Gerobak sapi dengan berbagai hiasan, lonceng-lonceng kecil,
hasil bumi (pisang, beras, kelapa, dll), berbagai warna, berbagai ‘tagline’ bahasa Jawa, antara lain “Rukun
Agawe Santoso”. Menurutku gerobak sapi merupakan bentuk budaya kearifan lokal
dan diharapkan tentang hidup.
|
Lonceng-lonceng penghias gerobak sapi |
|
Ijo royo-royo hasil bumi penghias gerobak sapi |
|
Nasehat adiluhung Jawa penghias gerobak sapi |
Meskipun, saat ini fungsi gerobak sapi sebagai sumber
penghidupan sudah berkurang, tetapi aku bangga kepada komunitas masyarakat yang
masih tetap mempertahankan gerobak sapi untuk kumpul bersama misal, keliling dusun,
seperti yang diceritakan oleh salah satu bapak pemilik gerobak sapi kepadaku.
Salam Budaya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar